![]() |
Advokat FRANGKY I MOKALU, SH bersama Advokat RONALD AROR, SH menghadiri agenda sidang Gugatan Sederhana di PN KOTA KOTAMOBAGU |
1. Alasan Pemberhentian Direktur Utama Bukan Perkara PHI
a. Direktur Bukan Pekerja/Buruh
- UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 mengatur hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja.
- Direktur diangkat dan diberhentikan berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan dan keputusan pemilik saham, bukan melalui perjanjian kerja sebagaimana pekerja/buruh.
- Pasal 1 angka 3 UU Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa hubungan kerja timbul dari perjanjian kerja yang memiliki unsur pekerja, pengusaha, dan upah. Dalam hal ini, Direktur tidak berada dalam hubungan kerja yang tunduk pada UU Ketenagakerjaan.
b. Kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)
- UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) membatasi perkara PHI pada pekerja/buruh dengan pengusaha, bukan dengan direktur yang merupakan organ perusahaan.
- PHI hanya menangani perselisihan hak, kepentingan, pemutusan hubungan kerja (PHK), dan perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan.
- Karena Direktur bukan pekerja, maka sengketa terkait pemberhentiannya tidak bisa dibawa ke PHI.
c. Direktur Merupakan Organ Perusahaan
- Dalam Perseroan Terbatas (PT), Direktur diangkat dan diberhentikan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sesuai dengan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT).
- Pemberhentian Direktur tunduk pada ketentuan Anggaran Dasar PT dan keputusan pemegang saham, bukan pada peraturan ketenagakerjaan.
2. Jalur Hukum yang Tepat untuk Sengketa Pemberhentian Direktur
Jika seorang Direktur Utama diberhentikan dan merasa dirugikan, maka jalur hukum yang dapat ditempuh adalah:
a. Gugatan Perdata di Pengadilan Negeri
- Jika pemberhentian dianggap melanggar Anggaran Dasar atau RUPS, Direktur dapat mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri dengan dasar wanprestasi atau perbuatan melawan hukum (PMH).
- Gugatan ini dapat mencakup tuntutan ganti rugi, pemulihan jabatan, atau pembayaran hak-hak yang belum diberikan.
b. Arbitrase atau Penyelesaian Sengketa Komersial
- Jika dalam Anggaran Dasar atau kontrak pengangkatan Direktur terdapat klausul arbitrase, maka sengketa pemberhentian harus diselesaikan melalui BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) atau lembaga arbitrase lainnya.
c. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) (Jika BUMN/BUMD)
- Jika Direktur diberhentikan dari BUMN atau BUMD, keputusan pemberhentiannya yang dikeluarkan oleh pemerintah atau pemegang saham negara bisa diuji melalui PTUN jika terdapat indikasi pelanggaran administratif.
3. Pengecualian: Jika Direktur Juga Merangkap Sebagai Pekerja
Dalam beberapa kasus, seorang Direktur juga bisa dianggap sebagai pekerja/buruh jika:
✅ Memiliki perjanjian kerja selain pengangkatan sebagai Direktur.
✅ Bekerja di perusahaan dengan kontrak yang tunduk pada UU Ketenagakerjaan.
✅ Menerima upah tetap dan tunduk pada aturan ketenagakerjaan.
Dalam kondisi ini, Direktur bisa mengajukan gugatan ke PHI untuk menuntut hak ketenagakerjaannya (misalnya pesangon atau gaji yang belum dibayarkan).
HAL TERKAIT KOMPETENSI.
1. Jenis Sengketa Hubungan Industrial yang Dapat Diselesaikan di PHI
Menurut Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2004, terdapat empat jenis sengketa yang dapat diselesaikan di PHI, yaitu:
a. Perselisihan Hak (Pasal 1 angka 2)
➡ Definisi: Perselisihan mengenai hak-hak normatif yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
📌 Contoh kasus:
- Gaji yang belum dibayarkan oleh perusahaan.
- Tunjangan atau fasilitas yang tidak diberikan sesuai perjanjian kerja.
- Pemotongan gaji tanpa dasar hukum yang jelas.
- Penolakan perusahaan untuk memberikan pesangon setelah PHK.
💡 Penyelesaian:
- Melalui bipartit (musyawarah antara pekerja dan pengusaha).
- Jika gagal, melalui mediasi atau konsiliasi.
- Jika tidak ada kesepakatan, gugatan bisa diajukan ke PHI di Pengadilan Negeri setempat.
b. Perselisihan Kepentingan (Pasal 1 angka 3)
➡ Definisi: Perselisihan mengenai perubahan syarat kerja dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang belum ditetapkan.
📌 Contoh kasus:
- Perusahaan ingin mengurangi jam kerja atau menaikkan target produksi tanpa kesepakatan.
- Perubahan skema insentif atau tunjangan karyawan tanpa persetujuan pekerja.
- Penolakan serikat pekerja terhadap kebijakan baru perusahaan yang dianggap merugikan.
💡 Penyelesaian:
- Bipartit, lalu mediasi/konsiliasi jika tidak ada kesepakatan.
- Jika tidak ada hasil, PHI memutuskan melalui putusan hakim.
c. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) (Pasal 1 angka 4)
➡ Definisi: Perselisihan yang timbul karena pengakhiran hubungan kerja oleh pengusaha atau pekerja.
📌 Contoh kasus:
- Pekerja di-PHK sepihak tanpa alasan yang sah.
- Perusahaan tidak membayar pesangon setelah PHK.
- Karyawan mengundurkan diri tetapi hak-haknya tidak dipenuhi.
- Pemecatan karena alasan diskriminatif atau bertentangan dengan hukum.
💡 Penyelesaian:
- Wajib ada perundingan bipartit terlebih dahulu.
- Jika tidak sepakat, bisa diajukan ke Disnaker untuk mediasi.
- Jika tetap tidak ada penyelesaian, gugatan bisa diajukan ke PHI.
- Putusan PHI bersifat final dan mengikat tetapi bisa kasasi ke Mahkamah Agung.
d. Perselisihan Antar Serikat Pekerja (Pasal 1 angka 5)
➡ Definisi: Perselisihan antara serikat pekerja dalam satu perusahaan terkait keanggotaan, hak, atau kewajiban organisasi.
📌 Contoh kasus:
- Dua serikat pekerja di satu perusahaan berebut status sebagai perwakilan sah dalam perundingan dengan perusahaan.
- Perbedaan pendapat mengenai pembagian dana serikat pekerja.
- Sengketa mengenai siapa yang berhak mewakili pekerja dalam perjanjian kerja bersama.
💡 Penyelesaian:
- Perundingan antar serikat pekerja.
- Jika tidak ada kesepakatan, dapat diajukan ke PHI untuk diputuskan.
2. Prosedur Penyelesaian Sengketa Hubungan Industrial
Menurut UU No. 2 Tahun 2004, proses penyelesaian sengketa harus melalui beberapa tahapan:
a. Perundingan Bipartit (Pasal 3-7)
✅ Perundingan langsung antara pekerja dan pengusaha dalam 30 hari kerja.
✅ Jika tercapai kesepakatan, dibuat perjanjian tertulis yang mengikat.
✅ Jika gagal, harus dibuat risalah perundingan bipartit sebagai bukti.
b. Mediasi/Konsiliasi/Arbitrase (Pasal 8-15)
✅ Jika bipartit gagal, sengketa bisa dibawa ke:
- Mediasi: Jika berkaitan dengan hak, kepentingan, atau PHK.
- Konsiliasi: Jika terkait kepentingan atau serikat pekerja.
- Arbitrase: Jika kedua belah pihak menyepakati jalur ini.
✅ Jika tidak sepakat dalam 10 hari kerja, mediator mengeluarkan anjuran tertulis.
✅ Jika tetap tidak ada kesepakatan, sengketa bisa dibawa ke PHI.
c. Gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (Pasal 55-60)
✅ Gugatan didaftarkan ke PHI di Pengadilan Negeri tempat pekerja bekerja.
✅ Proses di PHI lebih cepat dibanding pengadilan umum, dengan batas waktu 50 hari kerja untuk putusan pertama.
✅ Putusan PHI bersifat final dan mengikat, kecuali dalam perkara PHK dan perselisihan hak yang dapat kasasi ke Mahkamah Agung.
3. Kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial
Menurut Pasal 55 UU PHI, PHI memiliki kewenangan untuk:
📌 Mengadili sengketa hubungan industrial sebagaimana disebutkan di atas.
📌 Menjatuhkan putusan terkait PHK, hak pekerja, atau perselisihan kepentingan.
📌 Menegakkan kepatuhan terhadap perjanjian kerja bersama dan peraturan perusahaan.
📌 Memeriksa dan memutus perselisihan antar serikat pekerja.
PHI berada di Pengadilan Negeri yang ditunjuk dan putusan PHI langsung bersifat eksekutorial seperti putusan perdata lainnya.
4. Kesimpulan
🔹 Sengketa yang bisa dibawa ke PHI hanya yang terkait pekerja/buruh dan pengusaha.
🔹 PHI menangani empat jenis sengketa: hak, kepentingan, PHK, dan antar serikat pekerja.
🔹 Proses penyelesaian dimulai dari bipartit → mediasi/konsiliasi → PHI.
🔹 Putusan PHI final, tetapi dalam PHK dan perselisihan hak bisa kasasi ke Mahkamah Agung.
0 Comments